Label
PUISI
Untuk Sahabat
Namun, sekian lama pengembaraanku mencari sahabat, tak jua ia kutemukan. Sampai sekarang, saat ku telah hampir lulus dari sekolahku. Sekolah berasrama, kupikir itu akan memudahkanku mencari sahabat.
Tapi kenyataan dengan harapanku tak sejalan. Beragam orang disini belum juga bisa kujadikan sahabat. Tiga tahun berlalu, yang kudapat hanya kekecewaan dalam menjalin sebuah persahabatan. Memang tak ada yang abadi di dunia ini. Tapi paling tidak, kuharap dalam tiga tahun yang kuhabiskan di sekolahku ini, aku mendapatkan sahabat. Nyatanya, orang yang kuanggap sahabat, justru meninggalkanku kala ku membutuhkannya. “May, nelpon yuk. Wartel buka tuh,” ujar seorang teman yang hampir kuanggap sahabat, Riea pada ‘sahabat’ku yang lain saat kami di perpustakaan. “Yuk, yuk, yuk!” balas Maya, ‘sahabatku’. Tanpa mengajakku Kugaris bawahi, dia tak mengajakku.
Langsung pergi dengan tanpa ada basa-basi sedikitpun. Padahal hari-hari kami di asrama sering dihabiskan bersama. Huh, apalagi yang bisa kulakukan. Aku melangkah keluar dari perpustakaan dengan menahan tangis begitu dasyat. Aku begitu lelah menghadapi kesendirianku yang tak kunjung membaik. Aku selalu merasa tak punya teman. “Vy, gue numpang ya, ke kasur lo,” ujarku pada seorang yang lagi-lagi kuanggap sahabat. Silvy membiarkanku berbaring di kasurnya.
Aku menutup wajahku dengan bantal. Tangis yang selama ini kutahan akhirnya pecah juga. Tak lagi terbendung. Sesak di dadaku tak lagi tertahan. Mengapa mereka tak juga sadar aku butuh teman. Aku takut merasa sendiri. Sendiri dalam sepi begitu mengerikan. Apa kurangku sehingga orang yang kuanggap sahabat selalu pergi meninggalkanku. Aku tak bisa mengerti semua ini. Begitu banyak pengorbanan yang kulakukan untuk sahabat-sahabatku, tapi lagi-lagi mereka ‘menjauhiku’. “Faiy, lo kenapa sih ? kok nangis tiba-tiba,” tanya Silvy padaku begitu aku menyelesaikan tangisku. “Ngga papa, Vy,” aku mencoba tersenyum. Senyuman yang sungguh lirih jika kumaknai. “Faiy, tau nggak ? tadi gue ketemu loh sama dia,” ujar Silvy malu-malu. Dia pasti ingin bercerita tentang lelaki yang dia sukai. Aku tak begitu berharap banyak padanya untuk menjadi sahabatku.
Kurasa semua sama. Tak ada yang setia. Kadang aku merasa hanya dimanfaatkan oleh ‘sahabat-sahabatku’ itu. Kala dibutuhkan, aku didekati. Begitu masalah mereka selesai, aku dicampakkan kembali. “Faiy, kenapa ya, Lara malah jadi jauh sama gue. Padahal gue deket banget sama dia. Dia yamg dulu paling ngerti gue. Sahabat gue,” Silvy curhat padaku tentang Lara yang begitu dekat dengannya, dulu. Sekarang ia lebih sering cerita padaku. Entah mengapa mereka jadi menjauh begitu. “Yah, Vy. Jangan merasa sendirian gitu dong,” balasku tersenyum. Aku menerawang,” Kalau lo sadar, Vy, Allah kan selalu bersama kita. Kita ngga pernah sendirian. Dia selalu menemani kita. Kalau kita masih merasa sendiri juga, berarti jelas kita ngga ingat Dia,” kata-kata itu begitu saja mengalir dari bibirku. Sesaat aku tersadar. Kata-kata itu juga tepat untukku. Oh, Allah, maafkanku selama ini melupakanmu. Padahal Dia selalu bersamaku.
Tetapi aku masih sering merasa sendiri. Sedangkan Allah setia bersama kita sepanjang waktu. Bodohnya aku. Aku ngga pernah hidup sendiri. Ada Allah yang selalu menemaniku. Dan seharusnya aku sadar, dua malaikat bahkan selalu di sisiku. Tak pernah absen menjagaku. Kenapa selama ini aku tak menyadarinya? Dia akan selalu mendengarkan ‘curhatanku’. Dijamin aman. Malah mendapat solusi. Silvy tiba-tiba memelukku. “Sorry banget, Faiy. Seharusnya gue sadar. Selama ini tuh lo yang selalu nemenin gue, dengerin curhatan gue, ngga pernah bete sama gue. Dan lo bisa ngingetin gue ke Dia. Lo shabat gue. Kenapa gue baru sadar sekarang, saat kita sebentar lagi berpisah…” Silvy tak kuasa menahan tangisnya.
Aku merasakan kehampaan sejenak. Air mataku juga ikut meledak. Akhirnya, setelah aku sadar bahwa aku ngga pernah sendiri dan ingat lagi padaNya, tak perlu aku yang mengatakan ‘ingin menjadi sahabat’ pada seseorang. Bahkan malah orang lain yang membutuhkan kita sebagai sahabatnya. Aku melepaskan pelukan kami. “ Makasih ya, Vy. Ngga papa koki kita pisah. Emang kalau pisah, persahabatan bakal putus. Kalau putus, itu bukan persahabatan,” kataku tersenyum. Menyeka sisa-sisa air mataku. Kami tersenyum bersama. Persahabatan yang indah, semoga persahabatan kami diridoi Allah. Sahabat itu, terkadang tak perlu kita cari. Dia yang akan menghampiri kita dengan sendirinya. Kita hanya perlu berbuat baik pada siapapun. Dan yang terpenting, jangan sampai kita melupakan Allah. Jangan merasa sepi. La takhof, wala tahzan, innallaha ma’ana..Dia tak pernah meninggalkan kita. Maka jangan pula tinggalkannya.
Karya: Muhammad.Amriadi
Kls: XI TKJ
Duka Lara
Mendeteksi Kandungan Ionisasi
Teman-teman tahu gak, ternyata buah juga dapat menghasilkan listrik. Awalnya kita gak percaya, namun setelah salah satu dari guru kimia yang bernama Ibu SUSI, mengajar eksperimen tersebut, takjub dan gak menyanka, ternyata buah yang sering kita makan menghasilkan listrik dan kandungan ionisasi yang ada pada buah tersebut. untuk lebih jelasnya, coba dech di lihat video eksperimen kita....
cekidot ala bekicot.....
kedua video di atas adalah serangkaian eksperimen yang bisa kita sajikan unutk pertama kalinya.
semoga video yang kami tampilkan dapat menambah wawasan teman-teman semua ya...
jika ingin mencoba,...
dapat di praktekan langsung loh...
Cerita Inspiratif: Seorang Pedagang Kaya dan Pelayan Bodoh
Di sebuah daerah hiduplah seorang
pedagang kaya. Ia mempunyai seorang pelayan yang sangat lugu, sehingga
orang menyebutnya bodoh.
Suatu hari, si pedagang berkata pada
pelayannya untuk pergi ke sebuah desa yang miskin untuk menagih hutang
dari para penduduknya. "Hutang mereka sudah terlalu banyak," kata
pedagang itu.
"Baiklah, tuan," jawab si bodoh. "Tetapi apa yang akan anda lakukan terhadap uang itu nantinya?"
"Belikan sesuatu yang tidak aku punya," jawab si pedagang.Kemudian
pelayan bodoh itu pergi ke desa. Ia menagih hutang satu demi satu dari
para penghuni desa. Penghuni desa itu sangat miskin dan desa mereka
baru saja menderita karena kemarau panjang.
Akhirnya, si pelayan bodoh menyelesaikan
tugasnya. Di perjalanan pulang ia mengingat perintah tuannya, "belikan
sesuatu yang tidak aku punya."
"Apa, ya? Tuanku sangat kaya, bukankah ia sudah memiliki segalanya?" pikir si bodoh.
Setelah berpikir beberapa saat, si bodoh
menemukan jawabannya. Ia kembali ke desa itu dan ia membagikan uang
yang baru saja ia kumpulkan kepada para penghuni desa.
"Tuanku memberikan uang ini untukmu." katanya. Para penghuni desa sangat gembira. Mereka memuja kebaikan si pedagang itu.
Saat si bodoh pulang ke rumah dan
melaporkan apa yang sudah ia lakukan, si pedagang menggeleng-gelengkan
kepalanya. "Kamu benar-benar sangat bodoh," ia mengeluh.
Waktu berlalu. Terjadilah sesuatu yang
tidak diperkirakan. Pergantian pemimpin karena pemberontakan dan
bencana banjir menghancurkan usaha pedagang itu.
Pedagang itupun bankrut. Ia meninggalkan
rumahnya dan hanya si bodoh yang mengikuti dirinya. Saat sampai di
sebuah desa, entah mengapa, para penduduk desa menyambut mereka dengan
ramah dan hangat. Mereka menyediakan sebuah tempat dan makanan untuk si
pedagang.
"Siapa para penghuni desa ini? dan mengapa mereka menolongku?" tanya si pedagang.
"Sebelumnya, tuan mengatakan padaku
untuk menagih hutang dari para penduduk miskin desa ini." jawab si
bodoh. "Tuan memintaku untuk membelikan sesuatu yang tuan tidak miliki.
Aku pikir, tuan sudah mempunyai segalanya. Satu-satunya yang tuan
tidak punya adalah cinta dari hati mereka. Kemudian aku mengembalikan
uang itu atas nama tuan. Sekarang tuan menuai cinta mereka.
Karya: Muhammad Amriadi
Kelas: XI TKJ
Tak Bisa Melupakanmu
Akhir Dari Sebuah Penyesalan
Selamat Menjelajahi Dunia SMK PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA ABDI NEGARA BINJAI......!!!!!!!!